Artikel Bloger Medan.....

Senin, 16 April 2012

WESTERLING PUN TERSENYUM !!!!!!!!



Masyarakat Jawa Barat dan Divisi Siliwangi boleh jadi tidak bisa melupakan peristiwa ini. Pagi itu, 23 Januari 1950, tentara Belanda yang dipimpin Komandan Baret Hijau Kapten Raymon P.P. Westerling menggemparkan Kota Bandung. Pasukan tanpa atribut itu membabi buta menembaki anggota Divisi Siliwangi yang berada di jalan. Mayor Sutikno dan Mayor Sacharin ditembak di depan Hotel Savoy Homann. Letkol Adolf Lembong yang pagi itu akan menghadap Komandan Divisi Siliwangi Kolonel Sadikin di Gedung Stafkwartir yang terletak di Oudhospitalweg (kini Jalan Lembong) Nomor 38, tidak luput dari sasaran kekejaman algojo peristiwa pembantaian 40.000 penduduk Sulawesi Selatan itu. “Waktu itu, anggota Stafkwartir lainnya berusaha menyelamatkan diri lewat pintu belakang,” begitu salah satu kenangan yang disampaikan almarhum Letjen (Purn.) Dr. (HC) Mashudi.
Peristiwa itu mengakibatkan 79 anggota Divisi Siliwangi gugur. Dalam penyelidikan kepolisian pada awal 1955 menemukan setidaknya terdapat 15 prajurit lain, bahkan salah seorang di antaranya berpangkat kapten. Mereka dibawa lari ke hutan di kaki Gunung Tangkubanparahu di sebelah barat Lembang oleh sebagian pasukan APRA yang dipimpin Eddy Hoffman.

Si Jagal Penyendiri

Masa kecil Westerling tak banyak terungkap, sebagian besar rapat tertutup. Dalam stambuk tentara KNIL, namanya hanya tertera sebagai Kapten Westerling. Ia lahir di Istanbul, Turki, pada hari Minggu, 31 Agustus 1919. Orangtuanya adalah pasangan pedagang karpet. Ayahnya seorang Belanda, ibunya keturunan Yunani.
Ketika berusia 5 tahun, kedua orang tuanya meninggalkan Westerling. Anak tak bahagia itu lalu hidup di panti asuhan. Tempat itulah mungkin yang membentuk dirinya menjadi orang yang tidak bergantung dan terikat pada siapa pun.
Westerling yang sudah tertarik pada buku-buku perang sejak masih belia menemukan kesempatan untuk jadi tentara ketika Perang Dunia pecah. Desember 1940, ia datang ke Konsulat Belanda di Istanbul. Westerling menawarkan diri menjadi sukarelawan. Ia diterima. Tapi untuk itu, sebelumnya ia harus bergabung dengan pasukan Australia.
Bersama kesatuannya, Westerling ikut angkat senjata di Mesir dan Palestina. Dua bulan kemudian ia dikirim ke Inggris dengan kapal. Di sini kesewenang-wenangannya mulai muncul. Ia menyelinap menuju Kanada, melaporkan diri ke Tangsi Ratu Juliana, di Sratford, Ontario. Di situlah ia belajar berbahasa Belanda.
Westerling lalu dikirim ke Inggris. Ia bergabung dalam Brigade Putri Irene. Di Skotlandia, ia memeroleh baret hijaunya. Ia juga mendapat didikan sebagai pasukan komando. Spesialisasinya adalah sabotase dan peledakan. Ia pun mendapat baret merah dari SAS (The Special Air Service), pasukan khusus Inggris yang terkenal. Dan yang membanggakannya, ia pernah bekerja di dinas rahasia Belanda di London, pernah menjadi pengawal pribadi Lord Mountbatten, dan menjadi instruktur pasukan Belanda—untuk latihan bertempur tanpa senjata dan membunuh tanpa bersuara. Tapi ia pun pernah dipekerjakan di dapur sebagai pengupas kentang.
Ternyata, hidup di barak bagi seorang Westerling menjemukan. Ia ingin mencium bau mesiu dan ramai pertempuran sebenarnya, bukan cuma latihan. Cita-citanya kesampaian pada 1944, Inggris menerjunkannya ke Belgia. Dari situ ia bergerak ke Belanda Selatan. Menurut buku De Zuid-Celebes Affairs, di Belgia itulah ia kali pertama merasakan perang sesungguhnya. Tapi, menurut Westerling sendiri, dalam Westerling, ‘De Eenling’ (Westerling, Si Penyendiri), perkenalan pertamanya dengan perang terjadi di hutan-hutan Burma.
Berkilau agaknya prestasi militer Westerling. Tapi entah mengapa ia meninggalkan satuannya, pasukan elit Inggris, dan masuk menjadi anggota KNIL. Ia lalu terpilih masuk dalam pasukan gabungan Belanda-Inggris di Kolombo. Pada September 1945, bersama beberapa pasukan, Westerling diterjunkan ke Medan, Sumatera Utara.
Tujuannya, menyerbu kamp konsentrasi Jepang Siringo-ringo di Deli, dan membebaskan pasukan pro-Belanda yang ditawan. Ia berhasil.
Sebulan kemudian tentara Inggris mendarat di Sumatera Utara, dan entah bagaimana Westerling bergabung dengan pasukan ini. Tugasnya, melakukan kontraspionase, demikian kata buku Westerling, De Eenling. Itu makanya di Medan ia mengkoordinir orang-orang Cina, membentuk pasukan teror Poh An Tui (PAT). Pertengahan tahun 1946, ia dikirim ke Jakarta.
Di KNIL, karier militer Westerling menanjak cepat. Mulanya, ia hanya seorang instruktur. Tak lama, pada usia 27 tahun, Letnan Satu Westerling diangkat sebagai Komandan Depot Speciale Troepen (DST), Pasukan Para Khusus Belanda. Pasukan inilah yang ditugaskan ke Makassar, untuk membantu Kolonel De Vries mempertahankan kekuasaan Belanda. Pada 5 Desember 1946, ia tiba di Makassar. Belum seminggu di tempat baru, ia sudah membuat teror yang menggemparkan. Kampung dikepung, dihujani mortir. Rumah-rumah dibakar habis. Penduduk dikumpulkan, dibantai. Dan para anggota pergerakan kemerdekaan disiksa, sebelum dihabisi dengan biji-biji peluru.
Empat bulan teror, perlawanan penduduk mereda. Anehnya, rakyat mengelu-elukan Westerling, mungkin karena takut. Ketika beranjak dari Makassar, kembali ke Jawa, konon, seseorang memberikan kenang-kenangan sebilah badik.

Dari Jagal ke Penjual Buku Bekas

Westerling ternyata memang berbakat menjadi jagal manusia. Di Bandung ia ikut kemelut politik Indonesia, untuk menyalurkan bakatnya membunuh. Lewat APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), ia memancing pertumpahan darah.
Tapi di Bandung pula ia memasuki hidup berumah tangga, menikah dengan wanita setempat, yang bernama Ivonne Fournier. Semua itu, APRA dan perkawinannya, dilakukannya sebagai orang biasa, setelah jabatannya sebagai Komandan DST dicopot oleh Panglima KNIL Jenderal Simon Spoor, di Batujajar, 21 November 1948.
Gagal dengan APRA, Westerling tak juga patah. Ia dan anak buahnya, menurut buku Westerling yang ditulis Supardi, sering mengadakan pertemuan di Nite Club Black Cat di Jalan Segara (sekarang Jalan Veteran 1), Jakarta. Mereka menggunakan pabrik besi Nyo Peng Liong sebagai tempat merakit senjata. Sedangkan dana ia peroleh dari sejumlah perkebunan di Jawa Barat, bantuan seorang yang bernama Jungschlager (orang ini diduga anggota Nefis, Dinas Intelijen Militer Belanda), juga pampasan perang dari Jepang.
Kamis, 23 Februari 1950, pukul 10 pagi Letnan Sanjoto mendapat informasi bahwa Westerling berada di Pelabuhan II Tanjung Priok. Sanjoto menugasi Letnan Kusuma dan Letnan Supardi, penulis buku itu, menangkap Westerling. Pukul 19.00 mereka mengendarai jip Willys, mendatangi Westerling. Rencananya, mereka akan mengajak ngobrol sebentar, lalu Supardi menembak Westerling, dan Kusuma meledakkan granat.
Aksi tak berjalan sesuai skenario. Sebelum rencana terlaksana, Westerling malah menghampiri mereka, mengajak minum bir. Mereka tak kuasa menolak. Tapi tugas tetap dilaksanakan: kedua letnan itu mengatakan kepada Westerling bahwa ia diharap datang ke markas Tanjung Priok sebentar.
Mereka berangkat dengan kendaraan masing-masing. Di tengah perjalanan Westerling dan anak buahnya memberondong mobil Kusuma dan Supardi hingga terbalik dan penumpangnya luka. Mayor Brentel Susilo dan Letnan J.C. Princen, yang menguntit jejak Westerling, ganti mengejarnya.
Tapi terlambat, hari itu juga Westerling terbang ke Singapura dengan pesawat Catalina yang diduga telah dipersiapkan sebelumnya.
Di Singapura Westerling sempat ditangkap Inggris. Tapi kemudian ia bisa berangkat ke Belanda, Agustus, tahun itu juga. Nasibnya di luar medan perang bisa dibilang buruk. Ia mencoba bergerak di bidang percetakan, gagal. Pernah juga ia mencoba menjadi penyanyi opera, belajar menyanyi di Jerman, gagal lagi.
“Saya jual buku saja,” katanya suatu ketika. Dan akhirnya memang ia hidup sebagai pedagang buku bekas. Westerling nyaris terjun ke kancah perang lagi. Ia sempat membikin dua memorandum yang isinya mendorong agar Eropa (termasuk Belanda) berperang menghadapi Vietkong. Tak ada yang menanggapi. Menjelang perebutan Da Nang, Juli 1965, seseorang menghubunginya, menawarinya melatih pasukan Vietkong. Kabarnya, Westerling hampir berangkat bila tidak dicegah pemerintah Belanda.
Westerling memang khas tentara bayaran. Ia tampaknya tak pernah berpikir untuk siapa dan untuk apa dia menembak. Hingga saat-saat terakhirnya, sejauh diketahui, Westerling belum pernah mengaku bersalah atas terornya di Indonesia. Yang dilakukannya, katanya, adalah melindungi rakyat.
Si jagoan Kaptein de Turk (julukannya karena ia berdarah Turki) akhirnya ‘ditaklukkan’ bukan di medan perang, tapi di medan ilmu. Sejarawan De Jong melalui bukunya membuka kembali masa lalu De Turk, dan membuat penyakit jantungnya kambuh.(ref)

Sisi Gelap Pemberontakan Westerling

BARU-BARU ini sejarawan Universitas Leiden, Cees Fasseur menulis biografi Ratu Belanda Juliana dan suaminya Pangeran Bernhard. Buku itu berjudul Juliana & Bernhard; het verhaal van een huwelijk, de jaren 1936-1956 (Juliana & Bernhard; Cerita tentang Sebuah Perkawinan, 1936-1956) (Amsterdam: Balans, 2009).
Sebelumnya Fasseur juga telah menulis biografi Ratu Wilhelmina, ibunda Ratu Juliana, yaitu Wilhelmina: krijgshaftig in een vormeloze jas (Wilhelmina: Si Pemberani Dalam Mantel tanpa Model) (Amsterdam: Balans, 2001).
Rupanya ada bagian dalam narasi biografi Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard itu yang mengganjal hati beberapa pihak di Belanda, yaitu menyangkut peran sekretaris sang Pangeran yang bernama I. Gerrie van Maasdijk (1906-2004).
Gerrie adalah seorang wartawan liputan perang untuk surat kabar De Telegraaf yang kemudian menjadi sekretaris Pangeran Berhnard (1911-2004). Pada 1956 Gerrie dipecat sebagai sekretaris sang Pangeran karena perbedaan pendapat yang sangat tajam antara keduanya.
Narasi yang agak miring tentang Gerrie dalam buku Fasseur telah mengundang kritik keluarganya. Hal itu telah mendorong pula Jort Kelder (seorang wartawan) dan Harry Veenendaal (seorang sejarawan) melakukan penelitian lanjutan untuk meluruskan sejarah — meminjam istilah yang sedang tren di Indonesia — tentang Gerrie van Maasdijk, sekaligus untuk menanggapi buku Fasseur.
Akhir November lalu, Jort dan Harry meluncurkan bukunya yang berjudul ZKH: hoog spel aan het hof van Zijne Koninklijke Hoogheid. De geheime dagboeken van mr. dr. I.G. van Maasdijk (ZKH: Permainan Tingkat Tinggi di Istana Kerajaan yang Mulia. Rahasia Buku Harian Mr. Dr. I.G. van Maasdijk) (Amsterdam: Gopher BV, 2009), sebagai tanggapan atas buku Fasseur.
Seperti dapat dikesan dari judulnya, bahan utama ZKH adalah buku harian Gerrie van Maasdijk. Jort dan Harry juga melakukan penelitian yang intensif terhadap surat-surat korespondensi antara Gerrie dan Pangeran Bernhard dan pihak-pihak lain, serta surat-surat korespondensi Pangeran Bernhard sendiri.

Kudeta Soekarno
Buku ZKH langsung menjadi sorotan media dan menjadi topik diskusi di Belanda, karena berhasil mengungkapkan manuver politik keluarga Kerajaan Belanda di Indonesia di tahun 1950-an yang selama ini belum terungkap.
Jort dan Harry menyimpulkan bahwa Pangeran Bernhard, salah seorang pendiri The Bildelberg Group (1954) yang berambisi agar bangsa kulit putih tetap memegang kendali di dunia ini, pernah merencanakan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada 1950, menyusul kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Rupanya sang Pangeran berambisi menjadi Raja Muda (viceroy) di Indonesia, seperti halnya Lord Mounbatten yang menjadi viceroy di India pada akhir 1940-an. Tujuannya tentu untuk melanggengkan kekuasaan penjajah Belanda di Indonesia.
Hal itu terungkap dalam surat-surat korespondensi Pangeran Bernhard, antara lain dengan Jenderal USA Douglas MacArthur.
Buku Jort dan Harry cukup menjadi bahan pembicaraan masyarakat Belanda. Bahkan, pemerintah Belanda juga bereaksi terhadap temuan sejarah yang baru yang diungkapkan dalam buku itu.
Westerling
Buku ZKH mengungkapkan kemungkinan hubungan erat tindakan kudeta gagal yang dilakukan Kapten Raymond Paul Pierre Westerling di Bandung dengan ambisi politik Pangeran Bernhard itu. “Bernhard wilde coup in Indonesië (Bernhard menginginkan ada kudeta di Indonesia),” tulis harian Nederlands Dagblad edisi 30 November 2009. Kudeta yang dilakukan Westerling jelas ingin merongrong kekuasaan Presiden Soekarno yang baru seumur jagung.
Di antara dokumen-dokumen yang terkait dengan Pasukan Elite Kepolisian Marsose (Maréchaussée) yang diteliti oleh Jort dan Harry juga ditemukan petunjuk bahwa staf Pangeran Bernhard pernah mengontak Kapten Westerling di Indonesia.
Oleh karena itu, kuat dugaan bahwa kudeta yang dilakukan Westerling di Bandung (Januari 1950) yang mengerahkan Resiment Speciale Troepen (RST) dan melibatkan Sultan Hamid II adalah gerakan militer yang ada kaitannya dengan ambisi Pangeran Bernhard untuk menjadi raja muda di Indonesia. Kudeta itu sendiri gagal, walau 94 anggota pasukan TNI di Bandung sempat dibunuh dengan kejam oleh Westerling dan anak buahnya.
Konspirasi Pemerintah Belanda dengan berbagai cara untuk menyelamatkan Westerling dari tuntutan Pemerintah Indonesia sampai ia berhasil lolos ke Singapura pada Februari 1950 seolah memperkuat dugaan Jort dan Harry bahwa kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Westerling mungkin disetir Belanda. Sangat naif jika kudeta itu hanya dianggap sebagai tindakan kejam yang dilakukan oleh sekelompok tentara desersi. Meminjam judul buku Jort dan Harry, sangat mungkin ada “permainan tingkat tinggi” antara “istana kerajaan Yang Mulia” di Den Haag dan Westerling di Indonesia.

Kebenaran sejarah
Sampai sekarang masih banyak bagian dari sejarah kelam kolonial Belanda di Indonesia yang belum diungkapkan. Syukur bahwa di Belanda, dengan tradisi akademiknya yang bebas, penelitian ke arah itu terus berlangsung.
Laporan dalam De Excessenota yang disusun secara terburu-buru dan disampaikan oleh Perdana Menteri Belanda Piet de Jong pada Juni 1969 perlu disempurnakan. Dalam laporan itu dicatat sekitar 140 kejahatan yang dilakukan militer Belanda di Indonesia pasca-1945, tetapi dengan angka-angka statistik yang diperkecil. Fasseur pernah mengusulkan agar laporan itu ditulis ulang karena banyak mengandung manipulasi.
Pengadilan Kejahatan Internasional (International Criminal Court) berada di Den Haag, Belanda. Pengadilan itu akan terasa sedikit main-main jika negara Belanda sendiri tidak berusaha mengungkapkan kejahatan-kejahatan perang yang pernah mereka lakukan di Indonesia.(Ref)

ARTIKEL TERKAIT



0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tulis Komentar Anda Tentang Artikel Diatas. TERIMA KASIH....

Followers

Total Tayangan Halaman

SEO Stats powered by MyPagerank.Net Adsense Indonesia Bloger Medan - Find me on Bloggers.com bloggersumut.net
 

Anak Medan. Copyright 2012 All Rights Reserved Free Wordpress Templates by Brian Gardner Blogger Templates presents HD TV Fringe Streaming. Featured on Wedding Photographers Singapore.